MAKNA TUTURAN “WULLA PODDU” PADA MASYARAKAT SUMBA BARAT KECAMATAN LOLI DESA TANA RARA
Abstrak
Wulla Poddu adalah bulan suci atau bulan pemali bagi masyarakat sumba barat (loli) yang lebih khususnya bagi yang masih memeluk atau menganut kepercayaan marapu. Jadi, wulla poddu artinya “bulan pahit” Wulla itu bulan dan Poddu itu pahit. Disebut pahit karena sepanjang satu bulan penuh yang sudah ditetapkan tanggal mulai dan berakhirnya acara wulla poddu itu semua warga sumba barat terlebih khususnya pemeluk kepercayaan marapu mempersiapkan diri dari segalah hal dari yang kecil sampai yang besar yang berkaitan dengan berbagai macam keperluan individu atau kelompok itu sendiri untuk merayakan Wulla Poddu. Tuturan Wulla Poddu bertujuan untuk memohan berkat dan sarana mengucap syukur kepada merapu, dewa, leluhur, atau para nenek moyang terdahulu. Sehingga hasil panen yang diterima pada wulla poddu yang berlangsung selama satu bulan itu merupakan ungkapan syukur terhadap hasil panen yang diterima dan bahkan tahun yang akan datang.
Kata kunci: makna, dan tuturan wulla poddu
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan kebudayaan yang beraneka ragam. Kekayaan alam dan kebudayaan negara Indonesia sampai dengan saat ini sangat terkenal baik itu di Indonesia sendri maupun di luar negri atau manca negara. Indonesia yang dikenal kaya akan keindahan alamnya dan kebudayaan ini membuat banyak wisatawan asing yangdatang ke negara Indonesia untuk melihatnya secara lebih dekat. Kekayaan alam Indonesia dapatdi lihat dari panorama alam yang begitu indah dan pemandangan bawah laut juga tak kalah indahnya, dan keragaman kebudayaan bangsa Indonesia yang tersebar luas di wilayah Indonesiaantara lain tarian daerah, lagu daerah, dan cerita rakyat dari setiap wilayah atau setiap daerah. Namun di era globalisasi sekarang ini, dengan adanya perkembangan iptek, kebudayaandaerah/tradisi/adat istiadat seakan-akan terabaikan oleh masyarakat Indonesia apa lagi bagimasyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Padahal jika di lihat secara saksama,kebudayaan/tradisi/adat-istiadat juga penting bagi masyarakat.
Menurut Herokovits bahwa kebudayaan adalah segalah sesuatu yang diteruskan secara terun temurun dari satu generasi lain atau disebut superorganik, kebudayaan berisikan seluruh nilai, norma, pengertian, ilmu pengetahuan, struktur sosial dan nilai lainya sebagai wujud intelektual dan rasa seni yang menjadi identitas atau ciri khas suatu masyarakat.
Melville dan Bronislaw mengungkapkan bahwa segalah hal yang terdapat dalam masyarakat di tentukan oleh “culture” (kebudayaan) masyarakat itu sendiri.sehingga dapat dikatakan bahwa pengertian kebudayaan adalah segala hal yang kompleks, yang didalamnya berisikan kesenian, kepercayaan, pengetahuan, hukum, moral, adat istiadat serta keahlian ataupun ciri khas lainnya yang diperoleh individu sebagai anggota dalam suatu masyarakat.
Wulla poddu berasal dari kata wulla berarti bulan dan poddu berarti pahit. jadi secara harafiah wulla poddu berarti bulan pahit, disebut pahit karena sepanjang bulan itu ada sejumlah larangan yang harus dipatuhi dan serangkaian ritual yang harus dijalankan. Inti wulla poddu adalah bulan suci bagi kepercayaan marapu. Bayak ritual yang digelarkan selama wulla poddu itu berlangsung antara bulan oktober- november setiap tahun sekali. Wulla poddu bertujuan memohon berkat, mengucap syukur, ada yang bercerita tentang asal usul nenek moyang dan ada pula yang menggambarkan bagaimana proses manusia menurut kepercayaan marapu. Kampung utama yang merayakan wulla poddu tersebut yaitu kampung Tambera, Gelakoko, Tana rara, Tarung, Bondo maroto, nama kampung ini kampung sentral ritual. Disepanjang bulan itu banyak yang orang berburu babi hutan. Hasil buruan diserahkan kepada rato sambil bertanya jawab dalambentuk pantun adat (kajalla). Babi hutan pertama kali ditangkap biasanya menjadi indikator hasil panen. Babi jantan berarti hasil panen memuaskan, jika babi betina yang sedang bunting maka menandakan hasil panen kurang baik, sementar kalau babinya mengigit orang berarti bakalan ada hama tikus. Di bulan ini juga para pemuda pandai menjalani proses sunatan, dan selama beberapa hari diasingkan ke alam liar untuk hidup mandiri sebagai tanda kedewasaan.
Bagian Inti
Wulla Poddu diawali dengan semedhi para rato marapu untuk menentukan masa bulan suci. Wulla poddu berasal dari kata wulla berarti bulan dan poddu berarti pahit. jadi secara harafiah wulla poddu berarti bulan pahit, disebut pahit karena sepanjang bulan itu ada sejumlah larangan yang harus dipatuhi dan serangkaian ritual yang harus dijalankan. Inti wulla poddu adalah bulan suci bagi kepercayaan marapu. Dan seperti umumnya terjadi pada masyarakat tradisional mana pun penentuan masa ini tidak berdasarkan kalender masehi, tapi berdasarkan perhitungan yang mengacu pada gejala alam dan benda langit, terutama bulan. Jenis dan waktu penyelenggaraan ritual pun tidak selalu sama antara kampung yang satu dengan kampung lainnya. Berikut ini adalah tahapan ritual Wulla Poddu yang dilaksanakan di Kampung Tana Rara, sebuah kampung tua di sebelah Utara Waikabubak.
Kalango Lado merupakan puncak perayaan wulla poddu yang berlansung dari pagi hingga pagi berikutnya. Perayaan dimulai dini hari dengan pementasan tarian di natara podu. Lalu pada jam tujuh pagi sebagian Rato Tambera berangkat ke kampung-kampung
sekitar untuk menghadiri upacara penutupan wulla poddu di kampung-kampung tersebut.
Rato Rumata menuju Geila Koko. Rato Wee Lowo menuju Rate Wana. Rato Anawara dan Rato Tadeila Goro menuju Prai Gege. Sebagian rato yang lain tetap tinggal untuk mempersipakan para penari yang akan memeriahkan acara puncak. Sekitar jam 12 siang, Rato Wee Nogo yang berperan sebagai Koda Laiya Bili (leluhur pertama yang datang dari seberang) memasuki natara podu. Ia memakai kostum kulit kayu, wajahnya berlumur jelaga dan menunggang kuda kepang bernama Dara Wala Gole yang dianggap sebagai simbol kendaraan leluhur mereka saat mengembara mencari hunian. Koda Laiya berkeliling kampung meminta derma pada orang-orang. Tak lama kemudian para Rato kembali ke kampung, disambut musik dan tari-tarian. Sekitar jam tiga sore rombongan rato dari Geila Koko, Rate Wana, Watu Bolo dan Prai Gege tiba di Tambera. Keempat rato ini wajib hadir untuk berpartisipasi dalam ritual paana yang akan digelar tengah malam nanti. Selanjutnya giliran Rato Tadeila Goro yang dijemput memasuki arena upacara. Dengan tongkat keramat tergenggam ditangan, sang rato naik ke atas batu kubur yang pada saat itu difungsikan sebagai podium lalu melantunkan syair-syair berisi penegasan perjanjian antar kabisu sekaligus mengumumkan dimulainya kalango lado. Lalu giliran Rato Rumata membawakan Wara di natara podu.
Sang rato memasuk arena upacara dengan segala atribut kebesarannya diringi para penari pria maupun wanita. Selesai wara, acara berlanjut dengan tari-tarian. Jam 20.00, giliran Rato Sugu Bedu yang dijemput ke halaman suci untuk melaksanakan ritual weri bina, yaitu pemasangan weri dikedua gerbang kampung, Begitu weri terpasang tak seorangpun diperbolehkan keluar kampung hingga kalango berakhir. Selanjutnya Rato Rumata kembali mengambil peran, kali ini untuk memercikkan air suci ke seluruh peserta upacara sebagai tanda keberkatan. Selepas tengah malam digelar ritual Paana yang merupakan inti perayaan Kalango di kampung Tambera. Paana yang secara harafiah berarti melahirkan adalah sebuah ritual suci yang bercerita tentang proses pencipataan dan kelahiran manusia. Ritual ini melibatkan 12 kabisu yang masing-masing diwakili oleh satu orang Rato. 10 orang rato membentuk lingkaran di tengah natara poddu. Satu orang berdiri di dalam lingkaran dan seorang lagi di luar lingkaran.
Sepanjang prosesi, Rato yang berdiri di luar akan berkeliling lingkaran sambil mengajukan pertanyaan-pertanyan dalam syair adat yang harus dijawab oleh Rato dalam lingkaran. Pertanyaan diajukan secara bertahap. Tiap tahap
ditandai dengan gerakan tubuh yang dilakukan serempak oleh semua rato yang membentuk lingkaran. Gerakan tahap yang satu dan lainnya selalu berbeda-beda dan masingmasing berupa gambaran penyatuan seksual yang berakar dari sebuah legenda tentang Kamuri, seorang perempuan yang kisah hidupnya menjadi cikal bakal pelaksanaan Wulla Poddu. Menurut legenda tersebut manusia pertama diciptakan oleh Mawolo - Marawi (Zat Tertinggi) dari tetesan air dalam botol yang menetes dan menyatu dengan air yang berada di piring ceper (Bu'bu Gusi - Lala Piaga). Sepasang manusia pertama bernama Lamura Winne dan Lamura Mane ini mengembara di bumi dan pada saatnya mulai berpikir bagaimana caranya untuk berkembang biak. Karena tidak tahu bagaimana tepatnya berhubungan seksual mereka mulai bereksperimen. Pertama-tama dengan berpegangan tangan tetapi ternyata yang lahir adalah seekor tekukur dan seekor ayam.
Beulangkali mereka mencoba pada area tubuh yang berebeda-beda, dan baru pada usaha kedelapan mereka melakukannya dengan benar hingga lahir seorang bayi perempuan yang dinamai Kamuri. Eksperimen-eksperimen inilah yang mendasari tiap tahap gerakan dalam ritual Paana. Ritual Paana biasanya berakhir menjelang fajar diikuti pemukulan tambur suci, yang kali ini sebagai pertanda di mulainya Dappa Deke Oma yaitu larangan berkebun selama tiga hari. Selepas 3 hari, dilakukan pemujaan di gua suci (Wotti Kalowo) sebagai ungkapan syukur atas penyertaan Marapu selama wulla poddu, juga di sawah dan di ladang. Selanjutnya semua berkumpul di natara podu untuk menggelar ritual terakhir yang disebut Padinaka Nga'a Bisa, memasak beras suci yang pada ritual sebelumnya telah disimpan di uma rato. Esok harinya para rato mengumandangkan "Yemmo !? satu kata yang menandakan berakhirnya Wulla Poddu. Perayaan wulla poddu di kampungkampung lain pada intinya sama dengan kampung Tambera, namun dalam versi yang lebih pendek dan sedikit variasi ritual.
Penutup
Kesimpulan/saran
Berbicara tentang Sumba atau Khususnya masyarakat di Kabupaten Sumba Barat tentu tidak bisa dipisahkan dari kata Budaya. Budaya sudah menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan baik dalam bidang kemasyarakatan, sosial maupun dalam bidang yang lainnya. Masyarakat Sumba Barat adalah masyarakt yang masih memegang tradisi dan kepercayaan yang begitu kuat terhadap tradisi ataupun adat-istiadat nenek moyang. Kehidupan masyarakat Sumba Barat sendiri bisa digambarkjan sebagai masyarakat yang masih bergotong royong, meskipun hal tersebut kini sudah jarang terlihat. Kehidupan masyarakat Sumba Barat sendiri sebenarnya sudah memeluk beberapa agama besar yang di akui oleh Pemerintah Indonesia tapi berhububung masyarakat Sumba Barat sudah memegang tradisi yang turun temurun maka kepercayaan aslinya yaitu kepercayaan “Marapu” masih tetap ada. Marapu sendiri merupakan suatu aliran kepercayaan. Atau kepercayaan lokal. Dengan adanya kepercayaan lokal tersebut merupakan hal yang menarik karena ditengan masuknya arus globalisasi atau masuknya pengaruh-pengaruh dari luar kepercayaan “Marapu”tetap terjaga dan masih lestari sampai saat ini. Hal tersebut patut dibanggakan oleh kita terutama masyarakat Sumba Barat karena tradisi kita masih tetap terjaga dan sudah sepatutnya kita membanggakannya. Jadi budaya merupakan juga salah satu nilai pancasila, untuk itu bagi para generasi muda teruslah menjaga dan melestarikan budaya dan daerah kita masing-masing agar tidak punah dimakan waktu yang seiring perkembangan globalisasi. Saran juga buat orang tua agar terus memperkenalkan budaya daerahnya masing-masing dari generasi ke generasi dan bagi pemerintah agar dapat terus memperkenalkan kebudayaan daerah agar masyaraat indonesia tidak melupakan kebudayaan dan bangsanya sendiri dan kebudayaan banggsa indonesia agar dapat terkenal hingga di manca negara.
Daftar Rujuk
________, 2001. Pengantar Penelitian Kebudayaan. Malang: FS UM
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1979. Arti Bahasa, Pikiran dan Kebudayaan, dalam
Hubungan Sumpah Pemuda 1928. Jakarta: PT Dian Rakyat
Kayam, U. 1989. Transformasi Budaya Kita. Horizon, XXIV (08, 09, 10): 256-
269;292-298;328-335.
Kartodirdjo, S. 1987. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.